Contoh perusahaan leasing dengan
sistem financial dan operating
Leasing adalah proses pembiayaan
berbentuk pengadaan barang modal, baik dalam bentuk finance lease (sewa guna
usaha berupa hak opsi), maupun dalam bentuk operating lease (sewa guna usaha
tanpa hak opsi), yang kemudian digunakan oleh penyewa barang (lessee) dalam
jangka waktu tertentu.
PT BFI Finance Indonesia TBK (BFI
Finance)
PT BFI Finance Indonesia Tbk
(“BFI” atau ”Perusahaan”) berdiri pada tahun 1982 sebagai PT Manufacturer
Hanover Leasing Indonesia, sebuah perusahaan patungan antara Manufacturer
Hanover Leasing Corporation dari Amerika Serikat dengan pemegang saham lokal.
BFI adalah perusahaan pembiayaan terlama di Indonesia sekaligus menjadi
perusahaan pembiayaan pertama yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta
dan Bursa Efek Surabaya (sekarang disebut Bursa Efek Indonesia atau “BEI”).
Perusahaan melakukan go public pada Mei 1990 dengan kode saham BFIN. Setelah
menjalankan proses restrukturisasi utang yang bersumber dari krisis keuangan
1998, Perusahaan secara resmi berganti nama menjadi PT BFI Finance Indonesia
Tbk pada 2001.
Saat ini, 42,8% saham BFI
dimiliki oleh konsorsium Trinugraha Capital SA (yang antara lain terdiri dari
TPG dan Northstar Group). Sisanya dimiliki oleh pemegang saham institusi lokal
dan internasional, serta pemegang saham publik.
BFI Finance memiliki jaringan
pemasaran terbesar di Nusantara, dengan 228 kantor cabang dan 173 gerai yang
tersebar di 33 dari 34 provinsi di Indonesia, dan didukung lebih dari 11.000
karyawan (per 31 Desember 2018).
Sistem Financial
PT BFI Finance Indonesia Tbk
(“Perusahaan”) didirikan dengan nama PT Manufacturers Hanover Leasing Indonesia
pada tanggal 7 April 1982 berdasarkan Akta Notaris No. 57 yang dibuat di
hadapan Kartini Muljadi, S.H., Notaris di Jakarta. Akta pendirian tersebut
telah memperoleh persetujuan dari Menteri Kehakiman (sekarang Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia) Republik Indonesia melalui Surat Keputusan No.
C2-2091-HT.01.01.TH.82 tanggal 28 Oktober 1982 dan telah diumumkan dalam
Lembaran Berita Negara No. 102 tanggal 21 Desember 1982, Tambahan No. 1390.
Berdasarkan Akta yang dibuat di
hadapan Inge Hendarmin, S.H., Notaris di Jakarta tanggal 14 Agustus 1986, nama
Perusahaan diubah dari PT Manufacturers Hanover Leasing Indonesia menjadi PT
Bunas Finance Indonesia Tbk. Perubahan tersebut telah memperoleh persetujuan
dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia melalui Surat Keputusan No.
C2-9677.HT.01.04.TH.86 tanggal 7 Oktober 1986 dan telah diumumkan dalam
Lembaran Berita Negara No. 94 tanggal 25 November 1986, Tambahan No. 1451.
Anggaran Dasar Perusahaan telah
mengalami beberapa kali perubahan, yaitu berdasarkan Akta No. 116 yang dibuat
di hadapan Aulia Taufani, S.H., pengganti dari Sutjipto, S.H., Notaris di
Jakarta tanggal 27 Juni 2001, sehubungan dengan perubahan nama Perusahaan dari
PT Bunas Finance Indonesia Tbk menjadi PT BFI Finance Indonesia Tbk. Perubahan
tersebut telah memperoleh persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia melalui Surat Keputusan No. C-03668.HT.01. 04.TH.2001
tanggal 24 Juli 2001 dan telah diumumkan dalam Lembaran Berita Negara No. 35
tanggal 30 April 2002, Tambahan No. 4195.
Berdasarkan Akta No. 7 tanggal 25
Oktober 2017 yang dibuat di hadapan Herna Gunawan, S.H., M.Kn., Notaris di
Tangerang, mengenai penambahan kegiatan usaha pembiayaan Perseroan berdasarkan
prinsip syariah. Perubahan tersebut telah disetujui oleh Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia No. AHU-0024031.AH.01.02. TAHUN 2017 dan telah
diterima serta dicatat dalam database Sistem Administrasi Badan Hukum
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. AHU-AH.01.03-0191568
tanggal 16 November 2017 dan saat ini perubahan tersebut masih dalam proses
pengumuman dalam Lembaran Berita Negara.
Berdasarkan Akta No. 55 tanggal
25 Juni 2019 yang dibuat di hadapan Aulia Taufani, S.H., Notaris di Kota
Administrasi Jakarta Selatan, mengenai perubahan Pasal 3 Anggaran Dasar
Perseroan tentang Maksud dan Tujuan serta Kegiatan Usaha. Perubahan tersebut
telah disetujui oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No.
AHU-0033646.AH.01.02. TAHUN 2019 tanggal 28 Juni 2019 dan telah diumumkan dalam
Lembaran Berita Negara No. 82 tanggal 11 Oktober 2019, Tambahan No. 36413.
Perubahan Anggaran Dasar terakhir
dilakukan dengan Akta No. 9 tanggal 29 Juni 2020 yang dibuat di hadapan Shanti
Indah Lestari, S.H., M.Kn., Notaris di Kabupaten Tangerang, mengenai perubahan
Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 22 Anggaran Dasar Perseroan sesuai
dengan Peraturan OJK Nomor 15/POJK.04/2020 tentang Rencana dan Penyelenggaraan
Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka. Perubahan tersebut telah diterima
dan dicatat dalam database sistem Administrasi Badan Hukum Kementrian Hukum dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. AHU-AH.01.03-0302995 Tahun 2020
tanggal 23 Juli 2020. Saat ini perubahan tersebut masih dalam proses pengumuman
dalam Lembaran Berita Negara.
PT BFI Finance Indonesia Tbk
(BFIN) berhasil menutup tahun 2019 dengan pertumbuhan total pendapatan sebesar
Rp5,2 triliun atau naik 4,4% dari pendapatan di tahun 2018.
Finance Director & Corporate
Secretary BFI Finance, Sudjono mengatakan, meskipun secara keseluruhan
pertumbuhan melambat dan terjadi kontraksi sebagai langkah antisipasi di
semester I-2020.
BFI Finance berhasil mengejar
ketinggalan tersebut di semester II dengan membukukan nilai pembiayaan baru per
kuartal tertinggi dalam dekade terakhir di kuartal IV-2020.
Terlepas dari kelolaan risiko dan
berhasilnya BFI Finance membukukan kenaikan pendapatan, di tahun 2019.
Perusahaan juga mencatat adanya kenaikan yang signifikan di biaya operasional.
Kenaikan ini terjadi terutama
terkait biaya penyelesaian kasus sengketa hukum dengan eks pemegang saham BFI
Finance yang telah berlangsung sejak awal 2000.
Sistem operational
PT BFI
Finance Indonesia
Tbk (Perseroan/Perusahaan) senantiasa
menerapkan prinsip‐prinsip Tata
Kelola Perusahaan Yang Baik
(Good Corporate Governance/GCG) dalam
setiap kegiatan usahanya
sebagaimana diamanatkan
dalam Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor
30/POJK.05/2014 tentang Tata
Kelola Perusahaan Yang Baik
bagi Perusahaan Pembiayaan
dan memperhatikan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 21/POJK.04/2015 tentang
Penerapan Pedoman Tata Kelola Perusahaan Terbuka. Perseroan menyusun Pedoman
Tata Kelola Perusahaan Yang Baik yang menjadi acuan Direksi, Komisaris, Dewan
Pengawas Syariah dan Karyawan Perseroan dalam melaksanakan kegiatan usaha
Perseroan.
Implementasi tata
kelola perusahaan yang
baik sangat krusial
diperlukan untuk membangun
kepercayaan publik dan komunitas
internasional, dan merupakan
suatu kebutuhan yang
mutlak bagi dunia
usaha jasa keuangan untuk tumbuh dan berkembang. Terdapat banyak
peraturan berbeda mengenai “praktek
terbaik” yang menimbang tatanan hukum yang berbeda, struktur Dewan
Komisaris, dan direksi, dan praktek bisnis di masing‐masing Negara. Pedoman GCG yang diterapkan oleh Perseroan
merupakan petunjuk dan tujuan praktis bagi semua komponen di semua tingkatan
dalam Perseroan melalui hal‐hal sebagai berikut:
a. Menetapkan tujuan
strategis dan serangkaian
nilai Perseroan yang
dikomunikasikan oleh dan diimplementasikan seluruh Organ
Perseroan;
b. Menetapkan batasan‐batasan
tanggungjawab dan akuntabilitas yang jelas bagi organ Perseroan;
c. Menetapkan pedoman
untuk penerapan standar
etika, nilai‐nilai, tujuan
strategi dan lingkungan pengawasan;
d. Menyediakan pedoman
pengendalian internal yang
kuat, termasuk fungsi
manajemen risiko dan kepatuhan
yang independen dari
unit‐unit bisnis dan
dengan penerapan mekanisme
check and balances yang sesuai;
e. Menjadikan petunjuk pemantauan
khusus atas risiko‐risiko, dimana terdapat kemungkinan terjadinya benturan
kepentingan, termasuk hubungan bisnis dengan pihak terafiliasi, Pemegang Saham,
Direksi, Dewan Komisaris dan pejabat senior manajemen.
Kegiatan usaha BFI Finance pada
dasarnya meliputi tiga jenis pembiayaan. Pertama, pembiayaan modal kerja,
investasi dan multiguna yang ditujukan untuk kebutuhan produktif seperti modal
kerja, investasi dan pengembangan usaha, maupun untuk kebutuhan konsumtif
seperti biaya pernikahan, renovasi rumah, dan lain-lain. Kedua, pembiayaan
sales dan lease back, yakni pembiayaan untuk pembelian mesin dan alat berat
baik baru maupun bekas untuk menunjang produktivitas usaha, mulai dari alat
berat industri seperti mesin excavator, bulldozer, crane, forklift, berbagai
jenis truk, mesin cetak, mesin industri hingga alat-alat kesehatan. Ketiga,
pembiayaan tanpa agunan untuk kebutuhan pendidikan, perjalanan wisata, serta
pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Pada tahun 2017, BFI
Finance membentuk Unit Syariah untuk menjawab kebutuhan masyarakat terhadap
pembiayaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Referensi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar